A. Pendahuluan
Setiap negara di dunia mempunyai model pelaksanaan pendidikan yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya, sehingga di dapati berbagai sistem pendidikan nasional. Realisasi ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bidang pendidikan, Indonesia menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang khas pula. Walaupun dalam model umumnya terdapat kesamaan dengan negara lainnya misalnya dalam model klasikal, namun dalam muatan kurikulumnya terdapat perbedaan.
Perbedaan utama yang biasanya paling menonjol adalah dalam tujuan pendidikan sebab Indonesia mempunyai cita-cita tersendiri dalam pencapaian pendidikan diarahkan kepada terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Realisasi tujuan pendidikan tersebut sesungguhnya tidak lepas dari pengaruh politik, ekonomi maupun hukum yang berlak, karenanya dinamika tujuan pendidikan selalu berubah dari waktu ke waktu. Dalam perubahan sosal poitik yang sekarang ini kecenderungan desentralilasi maka tuntutan reformsi mendorong pendidikan untuk memformulasi tujuan pendidikan dalam format yang lebih bernuansa bottom up dengan menekankan pemberdayaan kedaerahan.
Dalam format yang desentralistik, pendidikan nasional Indonesia saat ini mempunyai sistem dan model penyelenggaraan yang berlainan dengan sebelumnya. Perubahan tersebut disamping merupakan refleksi evaluatif atas pelaksanaan pendidikan sebelumnya juga karena perkembangan eksternal global yang sudah sangat berbeda. Dengan perubahan undang-undang sistem pendidikan nasional Nomor 2 tahun 1989, maka perubahan tersebut sebagai lokomotif yang akan menggandeng bagi perubahan pada level di bawahnya sehingga sistem kurikulum, kurikulum pembelajaran, sistem evaluasi juga berubah.
Perubahan terjadi bukan semata-mata diakibatkan oleh reformasi eksternal belaka, namun beratnya tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam multidimensi telah menempatkan pendidikan sebagai upaya yang bernilai amat strategis bagi pengentasan masalah-masalah bangsa Indonesia. Di berbagai negara seprti di Korea, Jepang, India telah membuktikan bahwa pendidikan dapat dijadikan sarana memperkuat bangsa, selain bidang ekonomi dan politik. Kekurangan bangsa Indonesia kini adalah belum tersedianya sarana pendidikan nasional yang belum bisa dijadikan perangkat yang dapat menyumbang secara maksimal dalam pembentukan watak dan karakter bangsa.
Pemberdayaan daerah dengan menempatkan otonomi pendidikan sebagai prinsip pendidikan nasional Indonesia saat ini masih kuat didominasi oleh pusat sehingga dibutuhkan model yang sesuai dengan prinsip otonomi pendidikan saat ini. Pendidikan yang lebih memperhatikan aspirasi masyarakat bahkan mempertimbangkan peran serta masyarakat selaku customer sekaligus stakeholder harus mendapat wadah penyaluran sehingga penyelenggaraan pendidikan yang selama ini dikuasai oleh pemerintah harus mulai dicairkan sehingga peluang peran serta masyarakat semakin berimbang dengan peeran pemerintah.
B. Landasan Pendidikan Indonesia
Pendidikan nasional sebagai wahana dan sarana pembangunan negara dan bangsa dituntut mampu mengantisipasi proyeksi kebutuhan masa depan. Tuntutan tersebut sangat bergayut dengan aspek-aspek penataan pendidikan nasional yang bertumpu pada basis kehidupan masyarakat Indonesia secara komprehensif. Untuk kepentinggan penataan pendidikan nasional yang benar-benar refleksi kehidupan bangsa maka sangat penting dunia pendidikan berlandaskan filosopis, sosilogis, yuridis dengan penajaman landasan tersebut secara kritis dan fungsional.
1. Landasan Filosopis
Filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan. Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif. Lebih jauh lagi pencapaian nilai budaya sebagai landasan filosopis bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Dua hal yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosopis dalam pendidikan nasional Indonesia. Pertama, adalah pandangan tentang manusia Indonesia. Filosopis pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai:
a. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya.
b. Sebagai makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya.
c. Sebagai makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.
Kedua pandangan filosopis pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat.
Karena kedua pandangan filosopis tersebut menjadikan pendidikan nasional harus ditanggung oleh semua fihak sehingga pendidikan dibangun oleh semua unsur bangsa sehingga berkontribusi terhadap unsur pranata sosial lainnya. Secara mendasar dapat ditegaskan bahwa landasan filosopis Pancasila menyimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional menempatkan peserta didik sebagai makhuk yang khas dengan segala fitrahnya dan tugasnya menjadi agen pembangunan yang berharkat dan bermartabat. Oleh karena itu manusia Indonesia dipandang sebagai individu yang mampu menjadi manusia Indonesia yang berakhlak mulia. Karenanya pendidikan harus mampu mengembangkan menjadi manusia yang memegang norma-norma keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk Tuhan, Makhluk sosial, dan makhluk individu.
Landasan filosopis pendidikan nasional memberikan penegsan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya mengimplementasikan ke arah:
a. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memlihara keutuhan bangsa dan negara.
b. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat menghargai perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial, ekonomi dan golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya nation character building bagi bangsa Indonesia.
c. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan pendidik dan lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik menjadi warga yang memahami dan menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan dan demokrasi harus tercermin dalam input-proses penyelenggaraan pendidikan Indonesia.
d. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua warga negara tanpa kecuali.
e. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggungjawab sosial yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia.
2. Landasan Sosiologis
Lembaga pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga sosial lainnya. Dalam hal ini pendidikan disejajarkan dengan lembaga ekonomi, politik sebagai pranata kemasyarakatan, pembudayaan masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan sarana rekonstruksi sosial. Apabila perencanaan pendidikan yang melibatkan masyarakat bisa tercapai maka patologi sosial setidaknya terkurangi. Hasrat masyarakat belajar saat ini masih rendah. Hal ini ditnandai rendahnya angka partisipasi masyarakat dalam sekolah terutama dalam membangung masyarakat belajar.
Sistem pendidikan nasional tidak mungkin selalu bertumpu pada Pemerintah sebab dengan adanya krisis Pemerintah semakin tidak mampu membiayai pendidikan, demikian pula apabila pendidikan hanya terarah pada tujuan pembelajaran murni pada aspek kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengan kepentingan sosial, politik dan upaya pemecahan problem bangsa maka pendidikan tidak akan mampu dijadikan sebagai sarana rekonstruksi sosial. Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi pendidikan lebih jauh, maka diperlukan pengembangan sistem pendidikan nasional yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa dalam kerangka ikut memecahkan problem sosial.
Pendidikan nasional yang berlandaskan sosiologis dalam penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek yang berhubungan dengan sosial baik problemnya maupun emografisnya. Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan sosial ekonomi sehingga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi yang konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat dieleminir melalui pendidikan.
3. Landasan Kultural
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu dalam Undang-undang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan undang-undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan dengan jalan meneruskan kepada generasi penerus melalui pendidikan. Sebaliknya pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebuadayaan masyarakat dimana proses pendidikan berlangsung.
4. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Memahami peserta didik dari aspek psikologis merupakan salah satu faktor keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu hasil kajian dalam penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, umpamanya pengetahuan tentang urutan perkembangan anak. Setiap individu memiliki bakat, minat, kemampuan, kekuatan, serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan yang lainnya. Sebagai implikasinya pendidikan tidak mungkin memperlakukan sama kepada peserta didik. Penyusunan kurikulum harus berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan.
5. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Sepeti diketahui iptek menjadi isi kajian di dalam pendidikan dengan kata lain pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dari sisi lain setiap perkembangan iptek harus segera diimplementasikan oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek ke dalam isi bahan ajar. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh cabang-cabang iptek (psikologi, sosiologi, antropologi). Seiring dengan kemajuan iptek pada umumnya ilmu pengetahuan juga berkembang sangat pesat.
6. Landasan Yuridis
Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah wajib membiyayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai penjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi pennyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga penyelenggaraan pendidikan yang menyimpang, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan sanksi. Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit ditemukan penyimpangan. Memang penyimpangan tersebut tidak begitu langsung tetapi dalam jangka panjang bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual. Penyelenggaraan pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan sebagai proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam jangka panjang menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi sosial tetapi dekonstruksi sosial. Itulah sebabnya di samping dasar regulasi sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.
C. Daftar Pustaka
1. Madyo Ekosusilo dan R.B. Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang: Effhar Publising.
2. Rubino Rubiyanto, dkk (2003). Landasan Pendidikan, Muhammadiyah University Press, 2003.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem Pendidikan Nasional.